CIREBON – Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Cirebon percepat penurunan angka stunting. Sejumlah arahan diberikan sehingga Kota Cirebon bisa terbebas dari stunting.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon, Drs. H. Agus Mulyadi, M.Si., mewakili Wali Kota Cirebon, Drs. H. Nashrudin Azis, S.H., dalam kegiatan Rembuk Stunting dan Penguatan Tim Percepatan Pencegahan Stunting (TPPS) di ruang Adipura Kencana, Balai Kota Cirebon, Jumat (22/4/2022).
“Stunting tidak hanya berdampak merugikan kesehatan, tapi juga berdampak pada produktivitas ekonomi,” ungkap Agus.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada di angka 24,4 persen atau sama dengan 5,33 juta balita.
Prevalensi stunting ini telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, namun masih di ambang batas yang ditentukan organisasi kesehatan dunia WHO, yaitu 20 persen.
Khusus untuk Kota Cirebon, lanjut Agus, terdapat perbedaan data terkait angka stunting. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cirebon yang diambil dari hasil Laporan Pengukuran dan Pendataan di posyandu, menunjukkan bahwa angka stunting di Kota Cirebon adalah 13 persen.
Namun, merujuk pada data hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, Kota Cirebon termasuk ke dalam kota dengan angka stunting tinggi, yaitu 30,6 persen.
“Karena beda indikator. Selain itu, survei dilakukan di kantong-kantong yang prevalensi stunting-nya tinggi,” katanya.
Melalui rembuk bersama, pihaknya menyepakati akan mendetailkan angka stunting di Kota Cirebon. Termasuk, sambung Agus, mendata pula, apakah penderita stunting tersebut keluarganya sudah terintervensi dengan sejumlah program bantuan pemerintah atau belum. “Kita minta data terpadunya,” ucapnya.
Selain itu, melalui rembug tersebut juga bersepakat menjadikan posyandu sebagai ujung tombak penurunan angka stunting. Sehingga program di perangkat daerah nantinya akan didorong ke puskesmas dan posyandu.
Penanganan stunting akan difokuskan di wilayah yang memiliki prevalensi stunting tertinggi. Untuk itu, camat dan lurah diminta untuk mempercepat pencegahan stunting dengan membentuk TPPS tingkat kecamatan dan kelurahan.
Peningkatan pemahaman untuk mencegah stunting melalui edukasi dan sosialisasi bagi calon pengantin dan ibu hamil juga diminta dilakukan dengan melibatkan PKK, kader, dan bidan dalam wadah tim pendamping keluarga (TPK).
Aspek lainnya yang diberikan dan disepakati yaitu membangun kolaborasi dengan akademisi, dunia usaha, media, tokoh agama, dan masyarakat, serta relawan dalam rangka memunculkan gerakan bersama pencegahan stunting.
“Langkah percepatan penurunan stunting juga dimasukkan dalam perencanaan dan penganggaran dengan bentuk program kegiatan yang nyata di perangkat daera melalui Bappelitbangda,” kata Agus.
“Secara periodik dilaporkan kepada Pak Wali Kota setiap semester,” imbuhnya.
Dengan langkah yang diambil, ditargetkan 2024 mendatang angka stunting di Kota Cirebon menurun dari 30,6 persen berdasarkan data SSGBI 2021, menjadi 14 persen.