Pemda dan Pusat Harus Lebih Sinkron Soal Penanganan Bencana

CIREBON— Penjabat Wali Kota Cirebon, Dr. H. Dedi Taufik M. Si menilai Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Pusat harus lebih sinkron dalam penanganan bencana.

Hal itu diungkapkan Dedi saat membuka Rapat Koordinasi Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana yang digelar Kemenko Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan (PMK) di Cirebon, Kamis 30 Agustus 2018.

“Aturan yang mengatur sub kebencanaan belum ada sehingga membuat perbedaan nomenklatur di tiap daerah ,” katanya.

Dedi mengungkapkan penanganan sub kebencanaan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di beberapa daerah ada yang menggunakan kantor dan badan, adapun di Kota Cirebon penanganan sub kebencanaan diurus oleh Kantor Penanggulangan Bencana, meskipun masalah pemadam kebakaran memiliki OPD tersendiri.

“Maka dari Rakor ini diharapkan menjadi ajang sinkronisasi daerah dan pusat,” ujarnya.

Adapun road map penanganan bencana di Kota Cirebon kata Dedi dilakukan dengan pemetaan stakeholder dan tanggung jawab dari berbagai lembaga seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik, Satpol PP, Dinas Lingkungan Hidup, Kecamatan, Kelurahan, dan BBWS Cimanuk-Cisanggarung.

“Semuanya memiliki tugas yang berbeda mulai dari kesiapsiagaan mitigasi pencegahan bencana, tanggap darurat, rekontruksi dan rehabilitasi,” katanya.

Dedi menambahkan untuk masalah tanggap darurat (rescue) melibatkan Badan Penanggulangan Bencana, Dinsos dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Dinas Kesehatan dengan koordinasi petugas kecamatan dan kelurahan.

“Kesemua stakholder berperan dalam 4 hal penanganan bencana di Kota Cirebon,” tambahnya.

Sementara itu, Ir. Iwan Eka S, M.Sc, Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Kemenko PMK menuturkan Berdasarkan hasil Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013 yang diterbitkan oleh BNPB, terdapat 323 kabupaten/kota dengan risiko tinggi, sedangkan 174 kabupaten/kota dengan risiko sedang.

“Ada 12 jenis ancaman bencana di Indonesia yaitu, gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan , kebakaran lahan dan hutan, cuaca ekstrim dan gelombang ekstrim dan abrasi, gagal teknologi, epidemi dan wabah penyakit,” paparnya

Iwan menambahkan lebih dari 204 juta penduduk tinggal di daerah rawan bencana. Adapun Jawa Barat wilayah terlebih Ciayumajakuning merupakan daerah dengan risiko bencana tinggi.
“Untuk itu perlu disiapkan program dan anggaran di daerah ini dalam pengurangan risiko bencana,” tambahnya.