Latar Belakang
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai individu maupun sebagai warga Negara memiliki hak untuk memperoleh kesejahteraan sosial yang layak sebagaimana dijamin dalam sila kelima Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974, menyebutkan bahwa Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial meteriil maupun sprituiil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan bathin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asazi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
Di dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial dikenal dengan Konsep Residual, yakni : Bahwa Lembaga-lembaga kesejahteraan sosial hanya akan memainkan peranannya apabila struktur masyarakat yang normal dan alamiah (lembaga keluarga dan lembaga ekonomi) mengalami disfungsi atau ketidakberfungsiaan. Konsep residual ini cenderung berfungsi sebagai emergency karena apabila lembaga yang bersifat alamiah tadi berfungsi dengan baik konsep ini tidak dipergunakan. (Harold Wilensky dan Charles N. Lebeaux,1965)
Dengan demikian munculnya lembaga kesejahteraan sosial yang baru sangat dimungkinkan untuk dibentuk, tumbuh dan berkembang ketika lembaga-lembaga yang ada tidak mampu menjalankan fungsi dan perannya dengan baik. Tulisan ini mencoba mengkritisi dari beberapa perspektif berkaitan dengan pembentukan Lembaga Konsultasi Kepegawaian (LKK) di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Cirebon, dengan harapan berbagai persoalan yang dihadapi PNS terkait dengan persoalan kepegawaian dapat diatasi dengan sebaik-baiknya.
Problematika PNS
Masalah (bahasa Inggris: Problem) didefinisikan sebagai suatu pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Bisa jadi kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang membingungkan.
Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus diselesaikan. Umumnya masalah disadari “ada” saat seorang individu menyadari keadaan yang ia hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan. Dalam beberapa literatur riset, masalah seringkali didefinisikan sebagai sesuatu yang membutuhkan alternatif jawaban, artinya jawaban masalah atau pemecahan masalah bisa lebih dari satu. Selanjutnya dengan kriteria tertentu akan dipilih salah satu jawaban yang paling kecil risikonya. Biasanya, alternatif jawaban tersebut bisa diidentifikasi jika seseorang telah memiliki sejumlah data dan informasi yang berkaitan dengan masalah bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) senantiasa dituntut untuk meningkatkan profesionalisme dan produktivitasnya sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat. Namun terkadang tuntutan untuk meningkatkan profesionalisme dan produktivitas itu tidak berlangsung sebagaimana mestinya, PNS mengalami berbagai permasalahan sehingga mempengaruhi profesionalisme dan produktivitas mereka.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tri Wartono (2017), yang mana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stres kerja (X) dan kinerja karyawan (Y) pada Majalah Mother And Baby, dan apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap kinerja karyawan/pegawai pada Majalah Mother And Baby. Penarikan sampel menggunakan metode sampel jenuh yaitu dengan memilih langsung semua karyawan sebanyak 35 orang. Sedangkan metode pengumpulan data metode yang digunakan ialah dengan menggunakan Kuisioner (Survei) kepada seluruh pegawai Majalah Mother And Baby Jakarta. Metode yang digunakan untuk mengolah dan menganalisis data adalah Uji Korelasi Product Moment, Uji Korelasi, dan Uji Signifikansi Koeficient Korelasi (Uji t).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan yang sangat kuat atau positif antara stres kerja terhadap kinerja karyawan/pegawai yang ditunjukan dengan koefisien korelasi sebesar 0,880 dan koefisien determinasi 77,44%. Hal ini berarti stres kerja mempengaruhi kinerja sebesar 77,44% sisanya sebesar 22,56% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Setelah dilakukan uji signifikansi didapat hasil 10,643 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh signifikan antara stres kerja terhadap kinerja karyawan/pegawai. (Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang,2017).
Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan secara nyata bahwa stress yang dialami karyawan/pegawai secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja mereka. Penelitian serupa juga banyak dilakukan oleh peneliti lainnya dengan variable yang sama, dan hasilnya menunjukkan hasil yang serupa pula, bahwa stress yang dialami karyawan/pegawai berhubungan atau berpengaruh secara siginfikan terhadap kinerja karyawan/pegawai yang bersangkutan.
Stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para pegawai. Mereka selalu disibukan dengan deadline penyelesaian tugas, tuntutan peran ditempat kerja yang semakin beragam dan terkadang bertentangan satu dengan yang lain, masalah keluarga, beban kerja yang berlebihan dan masih banyak tantangan lainnya yang membuat stress menjadi suatu faktor yang hampir tidak mungkin untuk dihindari. Stres pekerjaan dapat diartikan sebagai tekanan yang dirasakan pegawai karena tugas-tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stress muncul saat karyawan tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan pekerjaan. Ketidakjelasan apa yang menjadi tanggung jawab pekerjaan, kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas, tidak ada dukungan fasilitas untuk menjalankan pekerjaan, tugas-tugas yang saling bertentangan, merupakan contoh pemicu stres.
Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang karyawan, dalam hal ini tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempat karyawan tersebut bekerja (Veithzal, 2004 : 516). Sedangkaan menurut Robbins (2003 :376) adalah suatu kondisi dinamika yang didalamnya seorang individu dihadapkan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang berkaitan dengan apa yang diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai suatu yang tidak pasti. Ada dua kategori penyebab stress yaitu on the job dan off the job. Menurut Handoko. Hani T (2001 : 201), penyebab-penyebab stres “On The Job” antara lain adalah sebagai berikut : (1) Beban kerja yang berlebihan; (2) Tekanan atau desakan waktu; (3) Supervisi yang buruk; (4) Konflik antar pribadi / kelompok; (5) Iklim kerja yang tidak nyaman; dan (6) Pengembangan karir. Sedangkan penyebab-penyebab stres “Off The Job”antara lain : (1) Kekhawatiran finansial; (2) Masalah keluarga; (3) Masalah fisik; (4) Masalah perkawinan; dan (5) Perubahan yang terjadi ditempat tinggal. Dengan demikian perusahaan harus mampu meminimalisir stres kerja pada pegawai, agar kinerja mereka semakin tinggi.
Kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dicapai seseorang atau kelompok orang sesuai dengan wewenang/tanggung jawab masing-masing pegawai selama periode tertentu. Kusriyanto, dalam Mangkunegara (2005: 9), mendefenisikan “kinerja sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam)”. Selanjutnya menurut Faustino Cadosa Gomes dalam Mangkunegara (2005: 9), mengatakan bahwa defenisi kerja karyawan sebagai: “Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektifitas sering dihubungkan dengan produktifitas”.
Institusi Penyalur Stress Pegawai
Lembaga-lembaga atau institusi yang menyalurkan beban permasalahan PNS yang kini ada dirasakan belum mampu berfungsi optimal. Unit kerja dimana pegawai bernaung dan bekerja seharusnya mampu menjadi peredam pertama ketika timbul berbagai persoalan yang dihadapi pegawainya. Namun karena keterbatasan dan sebab lain institusi itu belum mampu menjalankan fungsi dan perannya sebagaimana diharapkan, sehingga PNS yang mengalami stress itu terpaksa mereka harus berjuang sendiri dalam meredam stress yang dihadapinya. Paling tidak mereka melakukan kompensasi dengan cara mereka sendiri. Tentunya ada yang positif dan ada pula yang negatif. Bila kompensasi itu dilakukan secara positif dan pada lingkungan yang positif maka sudah barang tentu akan berefek baik pula, namun bila kompensasi itu dilakukan dengan cara yang salah bahkan bertentangan dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di masyarakat atau mereka salah memilih lingkungan untuk kompensasinya maka sudah hampir dipastikan mereka justeru terjerembab pada permasalahan baru yang mungkin menjadi lebih rumit lagi. Di beberapa kasus ada pegawai yang bunuh diri, indisipliner, terlilit kasus pidana, terlibat dalam kasus narkoba dan lain sebagainya.
Disinilah perlunya suatu institusi yang mampu membimbing dan mengarahkan pegawai yang mengalami stress tadi, agar mereka terhindar dari kesalahan yang lebih fatal lagi. Apalagi di dalam institusi tersebut terdiri dari para praktisi dan ahli dalam bidangnya masing-masing namun mereka memiliki komitmen yang sama yakni mengentaskan permasalahan yang dihadapi pegawai sehingga diharapkan mampu memberikan solusi atau jalan keluar yang terbaik bagi mereka. Bila problema pegawai itu terpecahkan dengan baik, maka energi positif mereka akan sepenuhnya diarahkan pada upaya peningkatan profesionalisme dan produktivitas mereka sebagaimana yang diharapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bisa terwujud.
Jaminan Perlindungan Pegawai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sisi jaminan perlindungan, mereka sudah memperolehnya dari BPJS untuk bidang kesehatan, pemberian santunan bagi Pegawai yang gugur/tewas dalam tugas dari Pemerintah Daerah setempat (Tidak semua pemda memberikan santunan) dan pemberian jaminan hari tua dari layanan TASPEN. Namun perlindungan dari asosiasi profesi masih dirasakan belum optimal. Sampai saat ini hanya beberapa asosiasi profesi tertentu saja yang sudah dirasakan fungsi, peran dan keberadaannya dikalangan anggota asosiasi, seperti: asosiasi, guru (PGRI), dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) sebagai asosiasi yang mewadahi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada kenyataannya dirasakan belum mampu menjalankan fungsi dan perannya secara optimal, sehingga PNS yang sedang mengalami problema tidak jarang merasa seperti sendirian berjuang mengatasi problemanya itu. Mereka mencoba mengatasi sendiri problema yang dihadapinya dengan cara meminta saran atau nasihat yang mereka terima dari orang-orang atau pihak-pihak disekelilingnya melalui hubungan interpersonal, seperti saudara/kerabat, sahabat seperti dengan teman sejawat, sahabat, atasan mereka yang peduli dengan nasib mereka, atau mereka berkonsultasi dengan konsultan hukum, psikolog atau psikiater dengan biaya yang mereka keluarkan sendiri.
Advokasi permasalahan dibidang kepegawaian
Kompleksitas masalah-masalah di bidang kepegawaian nampaknya menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan, hal ini terjadi mengingat peraturan perundang-undangan atau regulasi dibidang kepegawaian juga banyak mengalami perubahan sesuai dinamika perkembangan zaman. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan baru di bidang kepegawaian.
Berdasarkan hasil observasi di lingkup Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKKPPD) Kota Cirebon ( Pebruari, 2017) diperoleh gambaran bahwa problema yang dihadapi PNS banyak diantaranya yang terkait dengan persoalan kepegawaian, seperti kasus pelanggaran disiplin ringan hingga berat dan beberapa kasus lainnya yang disebabkan pegawai yang bersangkutan belum memiliki pemahaman tentang beberapa aturan kepegawaian. Persoalan hukum yang pada akhirnya menyentuh ranah persoalan kepegawaian juga seringkali muncul. Hal ini tidak jarang menimbulkan persoalan dimana mereka (pegawai) kebingungan dalam menentukan langkah-langkah apa yang harus mereka lakukan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Untuk itu disini perlu adanya upaya advokasi kepada pegawai yang bersangkutan.
Advokasi secara harfiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan. Menurut Webster Encyclopedia advokasi adalah “Act of pleading for supporting or recomending active espousal” atau “tindakan pembelaan, dukungan atau rekomendasi. Istilah advokasi dalam bidang hukum tersebut dijadikan sebagai penasehatnya dan memperoleh keadilan yang sesungguh-sungguhnya, maka advokasi dalam bidang kepegawaian diartikan upaya untuk memperoleh pembelaan, bantuan atau dukungan terhadap masalah-masalah yang terkait dengan kepegawaian.
Bila upaya advokasi ini benar-benar dilakukan maka PNS yang mengalami permasalahan yang terkait atau bersinggungan dengan persoalan kepegawaian ini, mereka bisa segera memperoleh jalan keluarnya yang terbaik dan satu hal pentingnya adalah bahwa mereka tidak lagi merasa sendirian pada saat mereka harus menghadapi persoalannya.
Bentuk Lembaga Konsultasi Kepegawaian dan Output yang diharapkan.
Mungkin terlalu dini untuk menentukan tentang bentuk kelembagaan “Lembaga Konsultasi Kepegawaian” ini, karena sudah tentu memerlukan kajian yang lebih mendalam lagi. Tentu saja ini juga perlu memperoleh masukan dari stake holder yang terkait, antara lain dengan unsur dari Sekretariat Daerah, seperti dengan: Bagian ORPAD (Organisasi dan Pemberdayaan Aparatur Daerah), Bagian Hukum, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Cirebon atau juga melibatkan unsur lainnya.
Namun paling tidak tulisan ini mencoba membuka wacana terbentuknya “Lembaga Konsultasi Kepegawaian” yang kedepan mampu responsif dalam mengatasi berbagai persoalan terkait dengan kepegawaian. Di dalamnya terdiri dari orang-orang yang pakar dibidangnya masing-masing, melibatkan kombinasi lintas disiplin ilmu namun mereka memiliki satu komitmen yakni responsif dan siap membantu PNS dalam mengatasi berbagai persoalan yang terkait dengan ranah dibidang kepegawaian.
Bila Lembaga ini terbentuk dan dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik, maka berbagai persoalan yang dihadapai PNS dapat tertangani dengan baik sehingga : PNS merasa terlindungi eksistensinya, PNS merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam bekerja, berbagai persoalan terkait dengan masalah kepegawaian tertangani, sosialisasi terkait dengan peraturan perundangan-undangan dibidang kepegawaian juga menjadi lebih efektif (tidak mengandalkan salah satu unit saja) karena melibatkan pihak-pihak yang memahami dan pakar dibidangnya, serta jabatan fungsional tertentu yang terkait dengan fungsi dan peran LKK ini akan menjadi semakin profesional.
Sumber:
Tri Wartono, 2017, Jurnal Ilmiah Prodi Manajemen Universitas Pamulang | Vol. 4, No.2, April 2017
https://chandramanick.blogspot.com/2015/03/pengertian-advokasi.html
http://aj-belajar.blogspot.com/2010/09/konsep-kesejahteraan-sosial.html
Widyaiswara Madya pada BKPPD Kota Cirebon
Cirebon, 17 Juli 2018