Cara Cepat Menuju Indonesia Hebat

Ketua Komisariat Wilayah III Apeksi yang juga Walikota Bandung Ridwan Kamil memaparkan upaya Pemkot bandung menggandeng investor untuk menyiasati keterbatasan dana pemerintah dalam membangun.
Ketua Komisariat Wilayah III Apeksi yang juga Walikota Bandung Ridwan Kamil memaparkan upaya Pemkot Bandung menggandeng investor untuk menyiasati keterbatasan dana pemerintah dalam membangun.

 

Bukan tanpa alasan kalau Rapat Kerja Komisariat Wilayah III Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Tahun 2016 di Kota Cirebon sengaja mengambil tema pengembangan pembangunan melalui skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (public private partnership) dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas serta ketersediaan pelayanan publik di daerah.

Kendala klasik keterbatasan anggaran yang selama ini dilekatkan sebagai alasan lambatnya laju pembangunan dihampir seluruh wilayah Indonesia, sementara di sisi lain ada banyak sumber dana dari swasta yang sebenarnya bisa diakses dengan mudah, menjadi alasan utamanya.

“Apalagi Walikota Bandung yang juga Ketua Komwil III APEKSI sudah mempraktekan dan berhasil. Forum Raker ini kan bisa menjadi ruang berbagi dan diskusi untuk kita-kita di kota lainnya, bisa memanfaatkan juga dana swasta, tanpa tersandung aturan”, kata Walikota Cirebon Nasrudin Azis di sela-sela Raker yang digelar di Hotel Santika Rabu (20/4/2016).

Walikota Bandung yang juga Ketua Komwil III Apeksi Ridwan Kamil dalam paparannya saat diskusi mengungkapkan, saat ini sejumlah regulasi sudah disiapkan pemerintah pusat sebagai payung hukum bagi daerah yang ingin memanfaatkan dana investor dalam membiayai pembangunan di daerahnya.

Menurut Emil, cara memanfaatkan dana investor tersebut terbukti sangat praktis dan efektif dalam membiayai pembangunan di kota-kota besar di dunia. Kota-kota besar di dunia, katanya, pembangunan berjalan bukan hanya cepat tapi malah melompat. Menurut Emil di Kota Nottingham Inggris, hampir semua pembangunan dari mulai rumah sakit, sampai infrastruktur dan sarana transportasi dibangun hanya menyiapkan regulasi. “Sementara di Indonesia pembangunan sangat lambat,” tukasnya.

Dengan cara memanfaatkan dana investor, upaya pembangunan yang dengan cara konvensional baru bisa kelar 30 tahun ke depan, bisa dipercepat hanya butuh maksimal 5 tahun. “Kuncinya kita di daerah harus kompak, kurangi kompetisi dan perbanyak kolaborasi. Buat apa berorganisasi tapi tidak ada manfaat yang didapat,” ujarnya.

Emil bahkan menjamin kalau semua daerah, atau paling tidak 25 Pemerintah Kota anggota Komwil III APEKSI memanfaatkan cara tersebut, Malaysia bakal tersisih. “Bahkan dalam 5 tahun bakal mampu mengejar Singapura,” katanya.

Kesimpulannya, ada dua “rute” menjalankan roda pemerintahan yang bisa ditempuh yakni rute konvensional yang lama dan ribet, serta rute inovasi yang cepat dan praktis. Semangat tanpa kenal lelah, siap repot dan capai, menjadi syarat utama bagi Walikota yang berniat memanfaatkan jalur menjemput dana.

Menurut itung-itungan Emil, dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan perusahaan besar di Indonesia saja setiap tahun paling tidak tersedia Rp 20 triliun, yang bisa diakses untuk membiayai pembangunan.

Ada sejumlah cara mendapatkan sumber pembiayaan dari swasta yakni dengan menjual obligasi daerah atau surat utang yang bakal mendapat dana tunai. “Layanan publik dengan pola terima barang. Cara ini lebih praktis karena kita tidak ribet, repot dan ruwet,” jelasnya. Cara lain yakni infrastruktur komersial, dimana pihak swasta diberi kesempatan mendapat kembali investasinya dari pihak pengguna.

Walikota Cirebon Nasrudin Azis langsung tersengat semangat, mendapat suntikan tambahan semangat dari koleganya. menurut Azis, sebenarnya ada banyak impian yang ingin ia ingin wujudkan di Kota Cirebon. Diantaranya adalah mewujudkan Kawasan Kota Tua Cirebon menjadi destinasi wisata utama di Indonesia. Selain itu menjadikan kompleks Stadion Bima bukan hanya sekedar tempat olahraga yang lengkap, tetapi juga destinasi wisata dan ruang terbuka hijau yang representatif.

“Kami juga ingin membangun rumah sakit tanpa kelas, minimal 2 di Kota Cirebon. Kalau harus disusun satu persatu daftar mimpi Pemkot masih panjang,” katanya.

(sumber Pikiran Rakyat/Ani)